Cahayaku
Duduk tersandar aku selalu mengenangmu
Mendekapmu selalu ingin ku lakukan
Bagaikan pungguk yang merindukan bulan
sudah tak terbendung
Ingin menyentuh senyum yang kau
lukiskan
Dalam hidup akan selalu ada bayanganmu
Kekuatanku hatiku ada di setia belaian
jiwa hangatmu
Saat aku rapuh kau menopangku dalam
kilauan mentari di ufuk barat
Engkau tongkat emas menerangi jiwaku
yang terangkai di dinding merah
Memberikan umbut penghantam sanubari
kosong
Ayah............
Sering ku menangis pada dinding yang
tak bertuan
Pada papan cermin yang mulai usang
kering
Pada bingkai hati yang tak kunjung
merayap
Tidak...tidak...tidak.
Aku masih tak bisa melepasmu
Terbang melayang menembus celah-celah
sempit itu
Ingin berlari menembus lorong waktu
Mematahkan segala yang ada di hadapanku
Menghancurkan duri berdaging di jiwaku
Untuk menggenggam tanganmu lagi
Ayah.
Kajian
Puisi “Cahayaku”
1.
Struktur
Fisik
a.
Diksi
Duduk tersandar aku selalu mengenangmu
Mendekapmu selalu ingin ku lakukan
Bagaikan pungguk yang merindukan bulan
sudah tak terbendung
Ingin menyentuh senyum yang kau
lukiskan
Penyair
puisi “Cahayaku” di atas telah
memilih kata-kata dengan cermat sebab kata-kata yang ditulisnya harus
dipertimbangkan makna yang sesuai dengan puisi diatas. Penggunaan diksi dalam
puisi diatas yang tepat dan cermat orang (pembaca) akan langsung tahu apa yang
sedang dihadapi oleh puisi tersebut setelah membaca kata-kata yang dibacanya
adalah kata-kata yang tepat untuk sebuah puisi seperti pada kalimat “Duduk
tersandar aku selalu mengenangmu
Mendekapmu selalu ingin ku lakukan”. Pemilihan diksi yang tepat dan cermat
hendaknya juga harus disadari bahwa kata-kata dalam puisi biasanya bersifat
konotatif artinya mempunyai keindahan dan berbeda dari yang lainnya dalam
penggunaan kata dan maknanya. “Bagaikan
pungguk yang merindukan bulan sudah tak terbendung Ingin menyentuh senyum yang
kau lukiskan” merupakan salah satu contoh yang bersifat konotatif karena
bisa di gambarkan sebagai perumpamaan dan bisa juga suatu keinginan terbesar
seorang penyair akan puisinya tersebut.
b.
Pengimajian
Melalui puisinya yang berjudul “CAHAYAKU” penyair mentransfer apa yang sedang dirasakan mealui
pengalamannya kepada orang lain. Semua yang dirasakan oleh penyair ia ingin
agar pembaca puisinya dapat juga merasakan hal yang sama. Penyair menggunakan
pengimajian taktual karena hal itu seolah-olah pembaca dapat merasakan sentuhan
dalam dirinya yang ingin dia kemukakan atau ungkapkan seperti dalam bait
pertama larik ke 3 dan 4 yaitu:
Dalam hidup akan selalu ada bayanganmu
Kekuatanku hatiku ada di setia belaian
jiwa hangatmu
Penyair memasukkan kalimat” Kekuatanku hatiku ada di setia belaian jiwa hangatmu” agar penyair
tahu bahwa setiap kekuatan hanya akan bisa tergambarkan dengan sentuhan
kehangatan dari seseorang yang kita sayangi dengan begitu pembaca akan tergugah
menangkap apa yang diungkapkan oleh puisi tersebut.
c.
Kata
Konkret
Kata konkret yang terdapat dalam puisi “Cahayaku” sebenarnya sangat sedikit
yang digunakan oleh penyair karena kata-kata yang digunakan penyair hanyalah
kata-kata yang mewakili perasaannya dalam menuliskan puisi ini. Perasaan yang
menggambarkan bahwa segala yang terjadi dalam puisi “Cahayaku” bisa dirasakan juga oleh pembaca. Kata-kata konkret
dalam puisi diatasa seperti “senyum yang
kau lukiskan”, “jiwa hangatmu”, “kilauan mentari di ufuk barat”, dan “Aku masih
tak bisa melepasmu”
d.
Bahasa
Figuratif
Dalam
pusi yang berjudul “Cahayaku” penyair menggunakan beberapa majas yang digunakan
yaitu majas perbandingan pada kalimat “Bagaikan
pungguk yang merindukan bulan”, alegori
dalam kalimat “Engkau tongkat
emas”, dan majas hiperbola “Sering
ku menangis pada dinding yang tak bertuan”. Kalimat Bagaikan pungguk yang merindukan bulan mewakili
perasaan penyair dalam mengungkapkan kerinduan yang terdalam kepada seseorang.
Kalimat Engkau tongkat emas adalah
seseorang yang sangat berarti.
e.
Tipografi
Penyair
dalam puisi “Cahayaku” hanya
menggunakan tipografi umum dengan rata pada bagian baris kiri. Puisi “Cahayaku”
memilik 4 bait yang terdiri dari beberapa larik. Bait pertama dan ketiga penyair
menggunakan 4 larik atau baris yang biasanya disebut quatrain. Pada bait kedua disebut quint karena menggunakan 5 larik atau baris dalam puisi “Cahayaku”. Sedangkan pada bait
terakhir atau bait keempat penyair melakukan Stanza/ Okta karena dalam bait
keempat ini terdapat 8 larik atau baris yang digunakannya.
f.
Versifikasi
Rima
yang digunakan dalam puisi “Cahayaku”
adalah rima yang sempurna digunakan karena dalam beberapa bait terdapat pengulangan yang dilakukan penyair yaitu
kata”Ku, jiwaku, dan menembus” digunakan dalam beberapa bait dalam puisi “Cahayaku”. Dalam puisi “Cahayaku”ritma
yang digunakan oleh penyair yaitu bagaimana cara pembaca mewakili sikap penyair
dalam membawakan puisi tersebut sesuai dengan yang tergambar dalam puisi
“Cahayaku”. Seperti dalam bait ketiga cara penyampaian pesan yang dinginkan
oleh penyair berbeda dengan cara penyampaian pada bait ketiga.
Ayah............
Sering
ku menangis pada dinding yang tak bertuan
Pada
papan cermin yang mulai usang kering
Pada
bingkai hati yang tak kunjung merayap
Cara
penyampaian atau pengungkapan dalam bait tersebut yaitu dengan suara yang
lembut seperti seseorang yang sedang merintih karena suatu keinginan berbeda
dengan larik dibawah ini yaitu
Tidak...tidak...tidak.
Aku masih tak bisa melepasmu
Ungkapan yang
digunakan yaitu dengan suara keras karena penyair menginginkan kelepasan
perasaan yang di alaminya terbawa oleh suasana batinnya.
2.
Struktur Batin
a.
Tema
Puisi “Cahayaku”bertema tentang kesedihan dan kerinduan seseorang
yang telah ditinggalkan oleh orang yang paling ia cintai dalam hidupnya dan
belum ikhlas melepaskan.
b.
Perasaan
Penyair
Perasaan yang dialami penyair saat menulis puisi “Cahayaku”
yaitu perasaaan sedih yang sangat mendalam. Tak ada rasa bahagia yang
dialaminya setelah ditinggalkan.
c.
Nada
dan Suasana
Nada dalam puisi “Cahayaku” adalah
kesedihan, keikhlasan yang belum sempurna. Sedangkan suasana pada puisi
tersebut adalah turut merasakan kesedihan yang telah terjadi dalam hidup ini.
d.
Amanat
Pesan
yang ingin disampaikan dalam puisi “Cahayaku” yaitu bagamana kita dalam
janganlah meratapi sebuah kesedihan setelah engkau telah ditingglkan oleh
seseorang yang paling engkau cintai karena pada dasarnya pasti kita akan pergi
dan meningglkan yang ada di muka bumi ini. Bersabarlah dan ikhlasakan apa yang
telah terjadi karena dia tetap akan menjadi Cahaya dalam kehidupanmu dalam
detik, waktu, hari, dan esok ini. Semuanya pasti akan berkilau ketika kau bisa
menerima yang telah digariskannya.
3. Struktug Global
Duduk
tersandar aku selalu mengenangmu
Mendekapmu selalu ingin ku lakukan
Bagaikan pungguk yang merindukan bulan
sudah tak terbendung
Ingin menyentuh senyum yang kau
lukiskan
Pada bait pertama ini mengungkapkan
tentang kesendirian penyair dalam kehidupan ini tanpa ada yang menemaninya.
Perasaan batin yang bergejolak yang dirasakan oleh penyair karena hanya termenung
dan duduk yang bisa dia lakukan dalam menjalani hidup. Keinginannya untuk
merasakan hal yang sama dengan yang lalu ia inginkan namun hanya pengharapan
kosong yang ia bisa dapatkan karena hal itu takkan bisa terjadi dan takkan
mungkin kembali lagi.
Dalam hidup akan selalu ada bayanganmu
Kekuatanku hatiku ada di setia belaian
jiwa hangatmu
Saat aku rapuh kau menopangku dalam
kilauan mentari di ufuk barat
Engkau tongkat emas menerangi jiwaku
yang terangkai di dinding merah
Memberikan umbut penghantam sanubari
kosong
Pengungkapan peyair pada bait ini
adalah sejauh manapun orang yang telah pergi meninggalkannya namun dia kan
tetap menantikannya walau hanya dalam bayang-bayang semu atau impian yang tak
mungkin terjadi. Penyair mengungkapkan bahwa orang yang telah pergi itu
meninggalkan bekas yang mendalam bagi penyair karena seluruh nafas yang
terhembus di setiap detak jantung penyair berasal dari kekuatan hidup seseorang
tersebut. Setiap gerak gerik penyair hanya bisa dilakukan dengan semangat dan
senyum yang terurai dari bibir mekar seseorang. Bagi penyair orang tersebut
adalah segalahnya dalam kehisupannya, seseorang yang takkan bisa tergantikan
walau apapun yang akan terjadi falam kehidupannya kelak.
Ayah............
Sering
ku menangis pada dinding yang tak bertuan
Pada
papan cermin yang mulai usang kering
Pada
bingkai hati yang tak kunjung merayap
Bait ini menceritakan pengungkapan kesedihan
yang mendalam penyair. Penyair tak bisa melakukan apapun kecuali hanya bisa
meratapi dan menangis. Dia merasakan tak ada lagi kehidupan setelah dia
ditinggalkan.
Tidak...tidak...tidak.
Aku
masih tak bisa melepasmu
Terbang
melayang menembus celah-celah sempit itu
Ingin
berlari menembus lorong waktu
Mematahkan
segala yang ada di hadapanku
Menghancurkan
duri berdaging di jiwaku
Untuk
menggenggam tanganmu lagi
Ayah.
Pengungkapan jiwa dan batin penyair
dalam bait terakhir ini adalah ketidak ikhlasan penyair melepaskan orang yang
dicintai dan disayangi pergi meninggalkannya. Ia ingin meraihnya kembali
seberapapun rintangan yang menghalangi jalannya yang penting penyair bisa
bersama kembali seperti dulu lagi dan takkan terpisahkan.