Rabu, 26 Desember 2012

Kajian Puisi "Cahayaku"


Cahayaku

Duduk tersandar aku selalu mengenangmu
Mendekapmu selalu ingin ku lakukan
Bagaikan pungguk yang merindukan bulan sudah tak terbendung
Ingin menyentuh senyum yang kau lukiskan

Dalam hidup akan selalu ada bayanganmu
Kekuatanku hatiku ada di setia belaian jiwa hangatmu
Saat aku rapuh kau menopangku dalam kilauan mentari di ufuk barat
Engkau tongkat emas menerangi jiwaku yang terangkai di dinding merah
Memberikan umbut penghantam sanubari kosong

Ayah............
Sering ku menangis pada dinding yang tak bertuan
Pada papan cermin yang mulai usang kering
Pada bingkai hati yang tak kunjung merayap

Tidak...tidak...tidak.
Aku masih tak bisa melepasmu
Terbang melayang menembus celah-celah sempit itu
Ingin berlari menembus lorong waktu
Mematahkan segala yang ada di hadapanku
Menghancurkan duri berdaging di jiwaku
Untuk menggenggam tanganmu lagi
Ayah.
Kajian Puisi “Cahayaku”
1.       Struktur Fisik
a.       Diksi
Duduk tersandar aku selalu mengenangmu
Mendekapmu selalu ingin ku lakukan
Bagaikan pungguk yang merindukan bulan sudah tak terbendung
Ingin menyentuh senyum yang kau lukiskan
Penyair puisi “Cahayaku” di atas telah memilih kata-kata dengan cermat sebab kata-kata yang ditulisnya harus dipertimbangkan makna yang sesuai dengan puisi diatas. Penggunaan diksi dalam puisi diatas yang tepat dan cermat orang (pembaca) akan langsung tahu apa yang sedang dihadapi oleh puisi tersebut setelah membaca kata-kata yang dibacanya adalah kata-kata yang tepat untuk sebuah puisi seperti pada  kalimat “Duduk tersandar aku selalu mengenangmu
Mendekapmu selalu ingin ku lakukan”. Pemilihan diksi yang tepat dan cermat hendaknya juga harus disadari bahwa kata-kata dalam puisi biasanya bersifat konotatif artinya mempunyai keindahan dan berbeda dari yang lainnya dalam penggunaan kata dan maknanya. “Bagaikan pungguk yang merindukan bulan sudah tak terbendung Ingin menyentuh senyum yang kau lukiskan” merupakan salah satu contoh yang bersifat konotatif karena bisa di gambarkan sebagai perumpamaan dan bisa juga suatu keinginan terbesar seorang penyair akan puisinya tersebut.
b.      Pengimajian
Melalui puisinya yang berjudul “CAHAYAKU” penyair mentransfer apa yang sedang dirasakan mealui pengalamannya kepada orang lain. Semua yang dirasakan oleh penyair ia ingin agar pembaca puisinya dapat juga merasakan hal yang sama. Penyair menggunakan pengimajian taktual karena hal itu seolah-olah pembaca dapat merasakan sentuhan dalam dirinya yang ingin dia kemukakan atau ungkapkan seperti dalam bait pertama larik ke 3 dan 4 yaitu:
Dalam hidup akan selalu ada bayanganmu
Kekuatanku hatiku ada di setia belaian jiwa hangatmu
Penyair memasukkan kalimat” Kekuatanku hatiku ada di setia belaian jiwa hangatmu” agar penyair tahu bahwa setiap kekuatan hanya akan bisa tergambarkan dengan sentuhan kehangatan dari seseorang yang kita sayangi dengan begitu pembaca akan tergugah menangkap apa yang diungkapkan oleh puisi tersebut.
c.       Kata Konkret
Kata konkret yang terdapat dalam puisi “Cahayaku” sebenarnya sangat sedikit yang digunakan oleh penyair karena kata-kata yang digunakan penyair hanyalah kata-kata yang mewakili perasaannya dalam menuliskan puisi ini. Perasaan yang menggambarkan bahwa segala yang terjadi dalam puisi “Cahayaku” bisa dirasakan juga oleh pembaca. Kata-kata konkret dalam puisi diatasa seperti “senyum yang kau lukiskan”, “jiwa hangatmu”, “kilauan mentari di ufuk barat”, dan “Aku masih tak bisa melepasmu”
d.      Bahasa Figuratif
Dalam pusi yang berjudul “Cahayaku” penyair menggunakan beberapa majas yang digunakan yaitu majas perbandingan pada kalimat “Bagaikan pungguk yang merindukan bulan”, alegori  dalam kalimat “Engkau tongkat emas”, dan majas hiperbola “Sering ku menangis pada dinding yang tak bertuan”. Kalimat Bagaikan pungguk yang merindukan bulan mewakili perasaan penyair dalam mengungkapkan kerinduan yang terdalam kepada seseorang. Kalimat Engkau tongkat emas adalah seseorang yang sangat berarti.
e.       Tipografi
Penyair dalam puisi “Cahayaku” hanya menggunakan tipografi umum dengan rata pada bagian baris kiri. Puisi  “Cahayaku” memilik 4 bait yang terdiri dari beberapa larik. Bait pertama dan ketiga penyair menggunakan 4 larik atau baris yang biasanya disebut quatrain. Pada bait kedua disebut quint karena menggunakan 5 larik atau baris dalam puisi “Cahayaku”. Sedangkan pada bait terakhir atau bait keempat penyair melakukan Stanza/ Okta karena dalam bait keempat ini terdapat 8 larik atau baris yang digunakannya.
f.        Versifikasi
Rima yang digunakan dalam puisi “Cahayaku” adalah rima yang sempurna digunakan karena dalam beberapa bait terdapat  pengulangan yang dilakukan penyair yaitu kata”Ku, jiwaku, dan menembus” digunakan dalam beberapa bait dalam puisi “Cahayaku”. Dalam puisi “Cahayaku”ritma yang digunakan oleh penyair yaitu bagaimana cara pembaca mewakili sikap penyair dalam membawakan puisi tersebut sesuai dengan yang tergambar dalam puisi “Cahayaku”. Seperti dalam bait ketiga cara penyampaian pesan yang dinginkan oleh penyair berbeda dengan cara penyampaian pada bait ketiga.
Ayah............
Sering ku menangis pada dinding yang tak bertuan
Pada papan cermin yang mulai usang kering
Pada bingkai hati yang tak kunjung merayap
Cara penyampaian atau pengungkapan dalam bait tersebut yaitu dengan suara yang lembut seperti seseorang yang sedang merintih karena suatu keinginan berbeda dengan larik dibawah ini yaitu
Tidak...tidak...tidak.
Aku masih tak bisa melepasmu
Ungkapan yang digunakan yaitu dengan suara keras karena penyair menginginkan kelepasan perasaan yang di alaminya terbawa oleh suasana batinnya.
2.     Struktur Batin
a.       Tema
Puisi “Cahayaku”bertema tentang kesedihan dan kerinduan seseorang yang telah ditinggalkan oleh orang yang paling ia cintai dalam hidupnya dan belum ikhlas melepaskan.
b.      Perasaan Penyair
Perasaan yang dialami penyair saat menulis puisi “Cahayaku” yaitu perasaaan sedih yang sangat mendalam. Tak ada rasa bahagia yang dialaminya setelah ditinggalkan.
c.       Nada dan Suasana
Nada dalam puisi “Cahayaku” adalah kesedihan, keikhlasan yang belum sempurna. Sedangkan suasana pada puisi tersebut adalah turut merasakan kesedihan yang telah terjadi dalam hidup ini.
d.      Amanat
Pesan yang ingin disampaikan dalam puisi “Cahayaku” yaitu bagamana kita dalam janganlah meratapi sebuah kesedihan setelah engkau telah ditingglkan oleh seseorang yang paling engkau cintai karena pada dasarnya pasti kita akan pergi dan meningglkan yang ada di muka bumi ini. Bersabarlah dan ikhlasakan apa yang telah terjadi karena dia tetap akan menjadi Cahaya dalam kehidupanmu dalam detik, waktu, hari, dan esok ini. Semuanya pasti akan berkilau ketika kau bisa menerima yang telah digariskannya.
3.      Struktug Global
Duduk tersandar aku selalu mengenangmu
Mendekapmu selalu ingin ku lakukan
Bagaikan pungguk yang merindukan bulan sudah tak terbendung
Ingin menyentuh senyum yang kau lukiskan
Pada bait pertama ini mengungkapkan tentang kesendirian penyair dalam kehidupan ini tanpa ada yang menemaninya. Perasaan batin yang bergejolak yang dirasakan oleh penyair karena hanya termenung dan duduk yang bisa dia lakukan dalam menjalani hidup. Keinginannya untuk merasakan hal yang sama dengan yang lalu ia inginkan namun hanya pengharapan kosong yang ia bisa dapatkan karena hal itu takkan bisa terjadi dan takkan mungkin kembali lagi.
Dalam hidup akan selalu ada bayanganmu
Kekuatanku hatiku ada di setia belaian jiwa hangatmu
Saat aku rapuh kau menopangku dalam kilauan mentari di ufuk barat
Engkau tongkat emas menerangi jiwaku yang terangkai di dinding merah
Memberikan umbut penghantam sanubari kosong
Pengungkapan peyair pada bait ini adalah sejauh manapun orang yang telah pergi meninggalkannya namun dia kan tetap menantikannya walau hanya dalam bayang-bayang semu atau impian yang tak mungkin terjadi. Penyair mengungkapkan bahwa orang yang telah pergi itu meninggalkan bekas yang mendalam bagi penyair karena seluruh nafas yang terhembus di setiap detak jantung penyair berasal dari kekuatan hidup seseorang tersebut. Setiap gerak gerik penyair hanya bisa dilakukan dengan semangat dan senyum yang terurai dari bibir mekar seseorang. Bagi penyair orang tersebut adalah segalahnya dalam kehisupannya, seseorang yang takkan bisa tergantikan walau apapun yang akan terjadi falam kehidupannya kelak.
Ayah............
Sering ku menangis pada dinding yang tak bertuan
Pada papan cermin yang mulai usang kering
Pada bingkai hati yang tak kunjung merayap
Bait ini menceritakan pengungkapan kesedihan yang mendalam penyair. Penyair tak bisa melakukan apapun kecuali hanya bisa meratapi dan menangis. Dia merasakan tak ada lagi kehidupan setelah dia ditinggalkan.
Tidak...tidak...tidak.
Aku masih tak bisa melepasmu
Terbang melayang menembus celah-celah sempit itu
Ingin berlari menembus lorong waktu
Mematahkan segala yang ada di hadapanku
Menghancurkan duri berdaging di jiwaku
Untuk menggenggam tanganmu lagi
Ayah.
Pengungkapan jiwa dan batin penyair dalam bait terakhir ini adalah ketidak ikhlasan penyair melepaskan orang yang dicintai dan disayangi pergi meninggalkannya. Ia ingin meraihnya kembali seberapapun rintangan yang menghalangi jalannya yang penting penyair bisa bersama kembali seperti dulu lagi dan takkan terpisahkan.



Rabu, 12 Desember 2012

Apresiasi Puisi


TERANG
Hidup makna menyelimuti setiap gumpalan dingin
Menyentuh yang indah dalam goresan keheningan
Mnghancurkan kehampaan yang tak tergantikan
Dalam gelap kedamaian
Ketika semua pergi memanggilmu
Berlarilah menyongsong gemericik belaiannya
Ketika warna mulai redup dari pandangan
Singsingkanlah awan hitam menyelimutinya
Ketika hangat nafas yang terhembus menghilang
Sadarlah dirimu telah di sana
Jadilah titik terang di dalam bayangan
Jadilah terang di tempat yang gelap
Jadilah terang bukan di tempat yang terang
Jadikanlah terang dalam mimpi khayalmu.

SERIGALA CINTA

Semboyang cinta datang melambaikan diri
Meronrong getaran batin dipipihan kalbu
Bergemuru bak senjata menerjang musuh
Curahan hujan dalam tetesan tawa
Pernak pernik kata kau tuturkan
Tak bergeming di bibir mekar merahmu
Hanyut menunglai di semilir angin
Istana raja singgahsanamu
Engkau bukan malaikat tanpa sentuhmu
Bukan pula bintang kilau tanpa redup
Bukan angin yang datang menghampiri kesejukannya
Bukan juga air yang mengalir tanpa halangan
Tapi kau.........
Tumpukan daging merah di tulang kuatmu
Panah runcing di hidup kelammu
Sampan kecil yang siap berlayar
Serigala cinta di hutan mangsamu.